Sekilas Sejarah Kehidupan Masyarakat Nias, Ono Niha

 

Ononiha
Photo Credit: Onohulo (facebook.com/peniel.zaluchu)



Setiap manusia yang hadir dan hidup di bumi, tentunya memiliki sejarah atau kisah kehidupan yang unik. Demikian halnya dengan masyarakat Nias di masa lampau.

Masyarakat Nias adalah masyarakat yang hidup di wilayah kepulauan Nias. Pulau ini dikenal dengan nama Pulau Nias (Nias Island). 

Dilihat secara geografis, wilayah Pulau Nias terletak di pesisir barat pulau Sumatera. Sedangkan secara administratif, Pulau tersebut masih berada di bawah pemerintahan provinsi Sumatera Utara.

Sekarang ini, Pulau Nias memiliki 4 kabupaten dan 1 kota berdasarkan pembagian wilayah pemerintahan. Mulai Kota Gunungsitoli, Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Utara, Kabupaten Nias Barat dan Kabupaten Nias Selatan.

Mereka yang berasal dari silsilah penghuni terdahulu di pulau ini dikenal dengan istilah Ono Niha.
Pengertian Ono Niha

Sesuai kebahasaan, istilah Ono Niha berasal dari dua kata yaitu Ono dan Niha. Ono berarti Anak, sedangkan Niha berarti Manusia atau Orang. 

Berdasarkan terjemahan tersebut, Ono Niha secara literal berarti Anak Manusia.

Namun demikian, istilah Ono Niha tidak hanya merujuk pada terjemahan dimaksud. Makna lain yang terkandung di dalamnya adalah Suku Nias atau Orang Nias. 

Oleh karena itu, yang dimaksud dalam artikel ini adalah tentang Orang Nias.

Berdasarkan garis keturunan patrilineal, mereka memiliki marga, antara lain: Hia, Harefa, Halawa, Daeli, Dakhi, Duha, Laia, Laoli, Mendröfa, Ndruru, Zai, Zebua, Hulu, Telaumbanua, Bawamenewi, Lombu, Waruwu, Warasi, Zega, Gea, Hondrö, Bu'ulölö, dan lain sebagainya.

Asal Usul Ono Niha

Asal Usul Ono Niha dapat juga dikatakan Asal Usul Suku Nias. Dalam artikel ini, semuanya telah diuraikan berdasarkan temuan ilmiah dan mitos.


Asal Usul Suku Nias Berdasarkan Temuan Ilmiah

Lama sebelumnya beberapa ahli telah melakukan penelitian tentang asal usul Suku Nias. Salah satunya adalah seorang Ludwig E. Denninger yang mengemukakan bahwa leluhur Nias berasal dari Birma.

Selain itu, F.M. Schnitger juga menyampaikan beberapa keserasian antara suku Nias dengan suku Naga Khassi di Assam dengan eksistensi bebatuan megalit dan adat istiadat Nias khususnya pesta besar yang kerap menggunakan hewan dalam acaranya. Hewan yang dimaksudkan yaitu babi.

Dalam Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Mannis Van Oven, dia menemukan bahwa suku Nias berasal dari Taiwan - Filipina.

Hal tersebut terbukti dengan adanya keserasian kromosom-Y dan mitokondria-DNA orang Nias yang sangat mirip dengan masyarakat Taiwan dan Filipina. 

Penelitian Genetika Oven menyatakan masyarakat Ono Niha berasal dari rumpun bangsa Austronesia.

Asal Usul Suku Nias Berdasarkan Mitos

Mitos adalah cerita suatu bangsa tentang dewa dan pahlawan zaman dahulu yang mengandung penafsiran tentang asal-usul semesta alam, manusia, dan bangsa. 

Dalam mitos, penafsiran diungkapkan secara gaib yang memungkinkan dapat bertolak belakang dengan temuan Ilmiah.

Sesuai Tradisi Lisan, Suku Nias yang menggelari Ono Niha memiliki leluhur yang berasal dari Tora'a. Tora'a dikenal sebagai pohon kehidupan dalam mistos ini. Darinya, terciptalah Lowalangi, Lature, Nadaoya, Barasi Luluö (Baliu) dan Feto Alitö.

 
Pada suatu hari, Barasi Luluö menciptakan hal unik yang menyerupai tubuh manusia. Dia menciptakan dua bentuk yang berbeda dan masing-masing memiliki keunikan tersendiri. 

Setelah ciptaannya selesai, dia merasa ada yang kurang yaitu bahwa kedua tubuh yang diciptakannya tidak memiliki tanda kehidupan. 

Dia menyerah dan tidak sanggup melakukan hal lain untuk menyempurnakan ciptaannya. Dia merasa bahwa tanpa adanya kehidupan dalam ciptaannya, semuanya akan punah suatu waktu.

Kemudian, Barasi Luluö mencoba memberitahukan karyanya kepada Lowalangi sekaligus memohon untuk pemberian nafas kehidupan atas keduanya. 

Lowalangi pun mengabulkannya dan memberikan satu keistimewaan baru yaitu nafas kehidupan.

Sejak itu lah kedua ciptaan Barasi Luluö masing-masing dapat bergerak, melihat, berbicara, mendengar serta mampu memahaminya. 

Keistimewaan ini membuat Barasi Luluö sungguh berterima kasih kepada Lowalangi.

Setelah itu, Lowalangi memberikan nama kepada masing-masing ciptaan tersebut yaitu Futi yang memiliki bentuk tubuh perempuan dan Tuha Baregedanö kepada yang bertubuh laki-laki. 

Dari keduanya, terlahirkanlah anak yang diberi nama Sirao dan beberapa yang lainnya. Sirao yang memiliki keahlian luar biasa, akhirnya dia ditempatkan di Teteholi Ana'a oleh kedua orang tuanya.

Sirao yang juga memiliki kemampuan luar biasa, akhirnya mengutus beberapa manusia ke bumi yang disebut Tanö Niha. 

Manusia pertama kali yang diutusnya digelari Hia Walangi Sinada. Hia ditempatkan di daerah Gomo. 

Di situlah pertama kali manusia diberikan kesempatan untuk mencari kehidupan di bumi Nias. 

Tak lama kemudian, seorang perempuan dari Teteholi Ana'a kembali diutus untuk mendampingi dan menjalani kehidupan bersama Hia di Tanö Niha (sekarang ini disebut Pulau Nias). 

Mereka pun membentuk keluarga dan memiliki beberapa orang anak. 

Seiring berjalannya waktu dan usia anak-anak Hia memasuki masa kedewasaan, manusia-manusia pilihan terakhir dari Teteholi Ana'a kembali diturunkan ke bumi Nias. 

Mereka diperintahkan untuk hidup berdampingan dengan generasi Hia. Sehingga terbentuklah masyarakat yang sekarang ini disebut Ono Niha (Suku Nias). Itulah sekilas asal usul Ono Niha dalam mitos ini.

Mata Pencaharian Ono Niha

Terlepas dari mitos, kehidupan nyata Ono niha dulunya memiliki mata pencaharian dari hasil pertanian, perkebunan, dan peternakan.

Pertanian / Perkebunan

Untuk mempertahankan hidup, masyarakat Nias umumnya bertani padi di sawah, juga di ladang kering. Mereka biasanya memiliki pengetahuan khusus tentang jenis padi yang dapat hidup di daerah berair (sawah) dan di ladang yang hanya menanti air hujan. 

Padi yang telah dipanen biasanya dijual ke tempat yang disebut Harimbale (pasar tradisional).


Selain itu, mereka juga menanam coklat, jagung, sagu, cabai, terung, ubi jalar, kelapa, dan beberapa jenis tanaman lainnya. Hasil dari pertanian dan perkebunan ini dianggap sebagai mata pencaharian utama.

Peternakan

Beternak juga merupakan salah satu cara orang Nias mempertahankan hidup di masa lampau. Hewan ternak yang paling banyak dipelihara di masa itu adalah babi, ayam dan beberapa hewan lainnya. 

Dengan beternak babi, mereka dapat meraup keuntungan yang lebih besar. Apalagi dengan adat istiadat Nias yang selalu menguntungkan penyembelih atau penjual daging babi dalam suatu pesta tradisional (Owasa Hada). 

Bahkan dalam suatu pesta besar atau yang populer dengan istilah Owasa Sebua, daging babi juga merupakan hidangan yang dianggap istimewa. 

Bagian leher hingga kepala akan diberikan kepada orang yang dianggap terhormat atau memiliki kedudukan yang tinggi dalam suatu acara tradisional. Demikian juga dengan bagian lainnya.

Kepercayaan Suku Nias Sebelum Mengenal Agama

Sesuai dengan tradisi lisan, Masyarakat atau suku Nias mempercayai bahwa mereka adalah keturunan yang berasal dari Tetehöli Ana'a, yaitu bumi bagian atas yang terbuat dari emas. 

Mereka juga percaya bahwa bumi atas adalah tempat Lowalangi. Lowalangi diaggap sebagai dewa tertinggi, penguasa yang penuh kasih dan kedamaian.

Dalam kehidupan sehari-hari, mereka percaya bahwa Lowalangi adalah penentu utama untuk kesuksesan, kegagalan, kekayaan, kemiskinan, kebangkitan atau kematian seseorang. Ia dianggap sebagai roh yang paling mulia; layak dihormati dan dipuja.

Di sisi lain, masyarakat Nias pun percaya bahwa bumi bawah dikuasi oleh Laturedanö yang penuh dengan siksaan kehidupan, kegelapan dan kesengsaraan. Bumi bawah sering diidentikkan dengan Bawa Gawuwukha. Artinya, "bumi neraka".

Sedangkan Tanö Niha adalah bumi yang dihuni oleh Ono Niha yang berbaur dengan segala makhluk dan roh-roh di dalamnya. Mereka percaya bahwa di Tanö Niha pun terdapat roh baik dan roh jahat.

Dalam ritual pemanggilan roh, patung leluhur / orang tua mereka yang terbuat dari kayu maupun batu adalah salah satu medium yang sering digunakan.

Maka, tak perlu heran jika penyembelihan babi dalam suatu pesta atau acara adat di Nias memiliki aturan tersendiri yang tidak boleh salah. 

Selain itu, bagian-bagian tubuhnya akan diberikan sesuai dengan kedudukan seseorang dalam acara dimaksud. Jika menyalahi aturan, Anda bisa saja dianggap sebagai Niha si lö mangila huku. Istilah ini tergolong kasar jika diucapkan kepada seseorang dan biasanya sangat menyinggung perasaan.

Sesuai dengan mitos kepercayaan ini, mereka menganggap bahwa roh leluhur, orang tua dan saudara yang telah meninggal adalah roh yang baik, penolong, pelindung atau pemberi kemakmuran dan merupakan perpanjangan tangan dari Lowalangi

Oleh karena itu, mereka selalu mengharapkan kehadiran roh-roh tersebut dalam setiap kegiatan yang mereka lakukan di Tanö Niha.


Patung Nias
Patung Leluhur




Dengan tradisi ini, Ono Niha terbiasa menghormati orangtuanya.

Mereka meyakini bahwa orangtua yang masih hidup adalah orang tertinggi di dunia. Perintah dan larangannya wajib dijunjungtinggi dan tidak layak untuk dibantah. 

Anak yang membantah atau tidak tunduk kepada orangtua biasanya digelari Ono si tefuyu (anak sesat/durhaka).

Bertolak dari roh-roh leluhur, orang Nias juga percaya dengan eksistensi roh-roh jahat di bumi mereka. 

Beberapa istilah atau nama roh-roh jahat yang sering diungkapkan dalam mitos Nias, yaitu: Silewe Nazarata, Simalapari, Nadaoya, Salöfö, Bela, dan Matiana.

Silewe Nazarata adalah roh yang jahat dan juga baik. Dia diibaratkan seperti seorang dewi tertinggi yang mampu berada di mana-mana. 

Roh ini merupakan penghubung bumi atas maupun bumi bawah. Dia mampu menolong manusia tetapi juga bisa memusnakannya.

Simalapari adalah roh jahat yang menghungi sungai. Nadaoya adalah roh jahat yang selalu hadir di saat gerimis atau hujan panas, dan suka memangsa manusia. 

Selanjutnya, Salöfö adalah roh serupa manusia yang jahat yang selalu menargetkan manusia yang manusia yang masih hidup.
Selain itu, Bela dikenal sebagai roh-roh pepohonan yang berkuasa atas semua binatang liar di hutan dan biasanya dapat mengganggu manusia.

 
Terakhir, Matiana

Roh ini dikenal sebagai roh dari sosok perempuan yang meninggal ketika melahirkan anak atau meninggal ketika masih memiliki anak dalam kandungan. 

Matiana dipercaya suka mengganggu keselamatan perempuan yang sedang hamil dan juga yang baru selesai melahirkan anak /bayi. 

Dalam dialek selatan, Matiana dikenal dengan istilah Maciana.

Demikian sekilas sejarah kehidupan masyarakat Nias, Ono Niha di masa lampau. Mulai dari pengenalan asul usul suku Nias yang berdasarkan pada temuan ilmiah dan mitos, penjelasan tentang mata pencaharian hingga kepercayaan yang mereka anut sebelum mereka mengenal agama. 

Semoga bermanfaat.

Posting Komentar untuk "Sekilas Sejarah Kehidupan Masyarakat Nias, Ono Niha"